by- Nasir
Karena alasan agama ataupun untuk menjaga tradisi, banyak orang tua yang
mengkhitankan anak perempuannya tak lama setelah lahir. Praktik semacam
ini sempat mendapat tentangan dari pegiat hak asasi manusia (HAM)
lantaran dinilai merenggut hak perempuan untuk menentukan masa depannya.
Bagaimana dari sisi medis?
Menurut Dokter Seksologi dari Rumah
Sakit Panti Wilasa Citarum Semarang, dr Andi Sugiarto, SpRM, proses
khitan yang dijalani seorang perempuan sebenarnya tidak akan berdampak
bagi kesehatannya, sepanjang pemotongan klitoris dilakukan dengan steril
dan sempurna.
"Kalau tidak steril bisa mengakibatkan luka dan
akan berdampak pada kesehatan. Terutama, menurunnya kemampuan
(perempuan) untuk menikmati seks," katanya saat di hubungi Plasadana.com untuk Yahoo Indonesia.
Tindakan
pemotongan klitoris, sambung dia, memang sangat berpengaruh terhadap
tingkat libido seorang wanita. Sebab, bagian klitoris yang dikhitan akan
menjadi kurang sensitif terhadap sentuhan dan rangsangan. Akibatnya,
gairah seksual perempuan menjadi berkurang.
Oleh karena itu, dia
menyarankan, agar anak perempuan sebaiknya tidak perlu dikhitan.
Tindakan itu sangat berbahaya karena bisa merobek selaput dara yang
terletak pada vagina sang anak. Apalagi, ketika masih kecil kondisi
klitorisnya masih belum terlalu berkembang.
Walaupun, dia
mengakui bahwa proses khitan hanya dilakukan dengan sedikit menyayat
bagian klitoris seorang anak perempuan. Tetap saja, hal itu berisiko
bagi perkembangan kondisi seksualnya di masa depan.
"Khitan atau
memotong klitoris itu sebaiknya tidak usah dilakukan. Kalau dikhitan,
akibatnya sangat merugikan dan tidak ada untungnya bagi perempuan,"
terangnya.
Selain itu, papar dia, tindakan khitan pada perempuan
juga berisiko bagi kondisi kehamilan ketika seorang anak sudah beranjak
dewasa. Pasalnya, ada syaraf pada bagian klitoris yang terhubung ke
rahim perempuan. Sehingga, ketika klitoris digores ataupun disayat, bisa
berdampak pada terganggunya proses bersalin kelak.
"Karena
syaraf klitoris juga banyak yang berhubungan dengan rahim, maka jika
dikhitan dapat berakibat pada ketidaksempurnaan saat kontraksi
berlangsung. Meski kecil kemungkinannya, tapi risiko itu tetap ada,"
paparnya.
Kalaupun khitan ingin tetap dilakukan, papar Andi, ketika seorang perempuan berusia 11-12 tahun atau menjelang aqil baligh
(sebelum menstruasi) adalah waktu yang tepat. Sebab pada masa itu,
klitoris sudah mulai tampak jelas dan organ seksual perempuan mulai
berkembang.
"Kalau (menjelang) aqil baligh sebenarnya
lebih mudah bagi seorang anak dikhitan, dibanding ketika masih bayi.
Walaupun, risikonya tetap sama seperti sebelumnya, yaitu infeksi pada
bibir vagina," tutur dia.
Tindakan khitan pada perempuan, sambung
Andi, sangat berbeda dengan apa yang diterapkan pada laki-laki. Praktek
khitan pada laki-laki boleh dilakukan karena bagian yang dipotong
adalah kulit antara kepala penis dan leher penis. Jadi, bukan pada
bagian inti seperti yang dialami perempuan saat dikhitan.
"Khitan
pada laki-laki dapat (membantu) membersihkan genital (alat kelamin).
Namun pada perempuan, khitan dilakukan dengan mengiris sebagian atau
seluruh klitoris. Hal itu, sama artinya menghilangkan organ seksual
perempuan," tandasnya.
Sumber:
0 komentar:
:)) :)] ;)) ;;) :D ;) :p :(( :) :( :X =(( :-o :-/ :-* :| 8-} ~x( :-t b-( :-L x( =))
Posting Komentar